Mengguris Karet, Budaya Penopang Hidup Masyarakat Kotanopan

Main Article Content

Dendy Reza Juliansyah Siregar
Pujiati

Abstract

Pada masa kolonial Belanda tiap wilayah administrasi disusun sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya olah pemerintah kolonial. Wilayah Tapanuli Selatan dijadikan sebagai wilayah penghasil sumber pendapatan negara lewat bidang perkebunan dan pertanian, salah satu komoditi yang laku dipasaran adalah karet, Wiilayah Hoetanoepan atau dewasa ini dikenal dengan  nama Kotanopan dijadikan sebagai salah satu wilayah penanaman karet oleh pemerintah kolonial. Pada awal abad ke 20, karet menjadi komoditi yang sering ditanami rakyat pribumi di Kotanopan, karet menjelma menjadi komoditi utama semenjak peraturan budidaya kopi dihapuskan diwilayah Residentie Tapanuli pada tahun 1908. Penanaman karet di wilayah Kotanopan terus belanjut hingga dewasa ini, berbeda dengan wilayah lain yang berbondong-bondong melakukan konversi ke tanaman kelapa Sawit guna mengikuti pasa global. Dewasa ini budaya menanam dan mengguris karet tetap dilakukan masyarakat kota nopan, tentunya tindakan ini memiliki sebuah alsan yang membuat mereka tetap memilih menggantungkan hidup di karet daripada melakukan penaman tanaman ekspor lain yang booming seperti kelapa sawit. Penelitian ini akan membahas mengenai sejarah budaya mengguris karet diwilayah Kotanopan yang dijadikan sebagai salah satu pemenuh kebutuhan pokok masyarakat, penelitian ini menggunakan Metode sejarah dan pendekatan Teori Fungsionalisme oleh Malinowski.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
Juliansyah Siregar, D. R., & Pujiati. (2025). Mengguris Karet, Budaya Penopang Hidup Masyarakat Kotanopan. PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Humaniora, 4(5), 8028–8035. https://doi.org/10.56799/peshum.v4i5.10326
Section
Articles