Kepemilikan Sajam dalam Budaya Lokal: Batas antara Tradisi dan Tindak Pidana

Main Article Content

Debi Anggara
Nisa Fadhilah

Abstract

Kepemilikan senjata tajam (sajam) dalam masyarakat adat kerap kali bukan semata sebagai alat melukai, melainkan memiliki nilai simbolik yang berkaitan erat dengan identitas budaya, status sosial, hingga warisan leluhur. Namun demikian, dalam sistem hukum positif Indonesia, kepemilikan sajam tanpa izin dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis posisi hukum kepemilikan sajam dalam konteks budaya lokal, serta menggali batasan antara pelestarian tradisi dan pemidanaan. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan teori legal pluralism serta living law, penelitian ini menemukan adanya kekosongan regulasi yang secara eksplisit mengakomodasi praktik budaya tersebut. Akibatnya, terjadi potensi kriminalisasi terhadap tindakan-tindakan yang pada dasarnya lahir dari kearifan lokal. Oleh karena itu, dibutuhkan formulasi hukum yang lebih adaptif, yang mampu menghargai nilai budaya tanpa mengesampingkan aspek keamanan dan ketertiban umum. Harmonisasi antara hukum negara dan norma lokal menjadi langkah strategis dalam menciptakan keadilan yang kontekstual dan berakar pada realitas sosial masyarakat Indonesia yang majemuk.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
Debi Anggara, & Nisa Fadhilah. (2025). Kepemilikan Sajam dalam Budaya Lokal: Batas antara Tradisi dan Tindak Pidana . J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah, 4(3), 3695–3703. https://doi.org/10.56799/jceki.v4i3.9215
Section
Articles